PENDIDIKAN PANCASILA
Disusun
Oleh :
Muhammad Galih Tri L. (24219193)
Kelas : 1EB14
UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS EKONOMI JURUSAN
AKUNTANSI
2019/2020
BAB II
BAGAIMANA PANCASILA DALAM ARUS SEJARAH BANGSA
INDONESIA
A.
Menelusuri
Konsep dan Urgensi Pancasila dalam Arus Sejarah Bangsa Indonesia
1. Periode Pengusulan Pancasila
Jauh sebelum
periode pengusulan Pancasila, cikal bakal munculnya ideologi bangsa itu diawali
dengan lahirnya rasa nasionalisme yang menjadi pembuka ke pintu gerbang
kemerdekaan bangsa Indonesia. Ahli sejarah, Sartono Kartodirdjo, sebagaimana
yang dikutip oleh Mochtar Pabottinggi dalam artikelnya yang berjudul Pancasila
sebagai Modal Rasionalitas Politik, menengarai bahwa benih nasionalisme sudah
mulai tertanam kuat dalam gerakan Perhimpoenan Indonesia yang sangat menekankan
solidaritas dan kesatuan bangsa. Perhimpoenan Indonesia menghimbau agar segenap
suku bangsa bersatu teguh menghadapi penjajahan dan keterjajahan. Kemudian,
disusul lahirnya Soempah Pemoeda 28 Oktober 1928 merupakan momenmomen perumusan
diri bagi bangsa Indonesia. Kesemuanya itu merupakan modal politik awal yang
sudah dimiliki tokoh-tokoh pergerakan sehingga sidang-sidang maraton BPUPKI
yang difasilitasi Laksamana Maeda, tidak sedikitpun ada intervensi dari pihak
penjajah Jepang. Para peserta sidang BPUPKI ditunjuk secara adil, bukan hanya
atas dasar konstituensi, melainkan juga atas dasar integritas dan rekam jejak
di dalam konstituensi masingmasing.
BPUPKI dilantik oleh Letjen Kumakichi
Harada, panglima tentara ke-16 Jepang di Jakarta, pada 28 Mei 1945. Sehari
setelah dilantik, 29 Mei 1945, dimulailah sidang yang pertama dengan materi
pokok pembicaraan calon dasar negara. tokoh-tokoh yang berbicara dalam sidang
BPUPKI tersebut? Menurut catatan sejarah, diketahui bahwa sidang tersebut
menampilkan beberapa pembicara, yaitu Mr. Muh Yamin, Ir. Soekarno, Ki Bagus
Hadikusumo, 52 Mr. Soepomo. Keempat tokoh tersebut menyampaikan usulan tentang
dasar negara menurut pandangannya masing-masing. Meskipun demikian perbedaan
pendapat di antara mereka tidak mengurangi semangat persatuan dan kesatuan demi
mewujudkan Indonesia merdeka. Sikap toleransi yang berkembang di kalangan para pendiri
negara seperti inilah yang seharusnya perlu diwariskan kepada generasi berikut,
termasuk kita. Sebagaimana Anda ketahui
bahwa salah seorang pengusul calon dasar Negara. Dalam sidang BPUPKI adalah Ir.
Soekarno yang berpidato pada 1 Juni 1945.
Pada hari itu, Ir. Soekarno menyampaikan
lima butir gagasan tentang dasar
negara sebagai berikut:
a.
Nasionalisme
atau Kebangsaan Indonesia,
b.Internasionalisme
atau Peri Kemanusiaan,
c.
Mufakat
atau Demokrasi,
d.
Kesejahteraan
Sosial,
e.
Ketuhanan
yang berkebudayaan.
Berdasarkan
catatan sejarah, kelima butir gagasan itu oleh Soekarno diberi nama Pancasila.
Selanjutnya, Soekarno juga mengusulkan jika seandainya peserta sidang tidak
menyukai angka 5, maka ia menawarkan angka 3, yaitu Trisila yang terdiri atas
(1) Sosio-Nasionalisme, (2) Sosio-Demokrasi, dan (3) Ketuhanan Yang Maha Esa.
Soekarno akhirnya juga menawarkan angka 1, yaitu Ekasila yang berisi asas
Gotong-Royong
2. Periode
Perumusan Pancasila
Hal
terpenting yang mengemuka dalam sidang BPUPKI kedua pada 10 - 16 Juli 1945
adalah disetujuinya naskah awal “Pembukaan Hukum Dasar” yang kemudian dikenal
dengan nama Piagam Jakarta. Piagam Jakarta itu merupakan naskah awal pernyataan
kemerdekaan Indonesia. Pada alinea keempat Piagam Jakarta itulah terdapat
rumusan Pancasila sebagai berikut.
1.
Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya.
2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3.
Persatuan Indonesia
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan.
5.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Naskah
awal “Pembukaan Hukum Dasar” yang dijuluki “Piagam Jakarta” ini di kemudian
hari dijadikan “Pembukaan” UUD 1945, dengan sejumlah perubahan di sana-sini. Ketika
para pemimpin Indonesia sedang sibuk mempersiapkan kemerdekaan menurut skenario
Jepang, secara tiba-tiba terjadi perubahan peta politik dunia. Salah satu
penyebab terjadinya perubahan peta politik dunia itu ialah takluknya Jepang
terhadap Sekutu. Peristiwa itu ditandai dengan jatuhnya bom atom di kota
Hiroshima pada 6 Agustus 1945. Sehari setelah peristiwa itu, 7 Agustus 1945,
Pemerintah Pendudukan Jepang di Jakarta mengeluarkan maklumat yang berisi:
1)
pertengahan
Agustus 1945 akan dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan bagi Indonesia (PPKI),
2)
panitia
itu rencananya akan dilantik 18 Agustus 1945 dan mulai bersidang 19 Agustus
1945, dan
3)
direncanakan
24 Agustus 1945 Indonesia dimerdekakan.
3. Periode
Pengesahan Pancasila
Peristiwa
penting lainnya terjadi pada 12 Agustus 1945, ketika itu Soekarno, Hatta, dan
Rajiman Wedyodiningrat dipanggil oleh penguasa militer Jepang di Asia Selatan
ke Saigon untuk membahas tentang hari kemerdekaan Indonesia sebagaimana yang
pernah dijanjikan. Namun, di luar dugaan ternyata pada 14 55 Agustus 1945
Jepang menyerah kepada Sekutu tanpa syarat. Pada 15 Agustus 1945 Soekarno,
Hatta, dan Rajiman kembali ke Indonesia. Kedatangan mereka disambut oleh para
pemuda yang mendesak agar kemerdekaan bangsa Indonesia diproklamasikan secepatnya
karena mereka tanggap terhadap perubahan situasi politik dunia pada masa itu.
Para pemuda sudah mengetahui bahwa Jepang menyerah kepada sekutu sehingga
Jepang tidak memiliki kekuasaan secara politis di wilayah pendudukan, termasuk
Indonesia. Perubahan situasi yang cepat itu menimbulkan kesalahpahaman antara
kelompok pemuda dengan Soekarno dan kawan-kawan sehingga terjadilah penculikan
atas diri Soekarno dan M. Hatta ke Rengas Dengklok (dalam istilah pemuda pada
waktu itu “mengamankan”), tindakan pemuda itu berdasarkan keputusan rapat yang
diadakan pada pukul 24.00 WIB menjelang 16 Agustus 1945 di Cikini no. 71
Jakarta. Melalui jalan berliku, akhirnya dicetuskanlah Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia pada 17 Agustus 1945. Teks kemerdekaan itu didiktekan oleh Moh. Hatta
dan ditulis oleh Soekarno pada dini hari. Sampai detik ini, teks Proklamasi
yang dikenal luas adalah sebagai berikut:
Proklamasi
Kami
Bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Halhal yang
mengenai pemindahan kekuasaan dll. diselenggarakan dengan cara saksama dan
dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Jakarta, 17 Agustus 2605
Atas Nama Bangsa Indonesia
Soekarno-Hatta
18
Agustus 1945, PPKI bersidang untuk menentukan dan menegaskan posisi bangsa
Indonesi dari semula bangsa terjajah menjadi bangsa yang merdeka. PPKI yang
semula merupakan badan buatan pemerintah Jepang, sejak saat itu dianggap
mandiri sebagai badan nasional. Atas prakarsa Soekarno, anggota PPKI ditambah 6
orang lagi, dengan maksud agar lebih mewakili seluruh komponen bangsa
Indonesia. Mereka adalah Wiranatakusumah,
Ki Hajar Dewantara, Kasman Singodimejo, Sayuti Melik, Iwa Koesoema Soemantri,
dan Ahmad Subarjo. Indonesia sebagai bangsa yang merdeka memerlukan perangkat
dan kelengkapan kehidupan bernegara, seperti: Dasar Negara, Undang-Undang Dasar,
Pemimpin negara, dan perangkat pendukung lainnya. Putusanputusan penting yang dihasilkan
mencakup hal-hal berikut:
1.
Mengesahkan
Undang-Undang Dasar Negara (UUD ‘45) yang terdiri atas Pembukaan dan Batang
Tubuh. Naskah Pembukaan berasal dari Piagam Jakarta dengan sejumlah perubahan.
Batang Tubuh juga berasal dari rancangan BPUPKI dengan sejumlah perubahan pula.
2.
Memilih
Presiden dan Wakil Presiden yang pertama (Soekarno dan Hatta).
3.
Membentuk
KNIP yang anggota intinya adalah mantan anggota PPKI ditambah tokoh-tokoh
masyarakat dari banyak golongan. Komite ini dilantik 29 Agustus 1945 dengan
ketua Mr. Kasman Singodimejo.
Rumusan
Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut:
1.
Ketuhanan
Yang Maha Esa.
2.
Kemanusiaan
yang adil dan beradab.
3.
Persatuan
Indonesia.
4.
Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5.
Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sejarah
bangsa Indonesia juga mencatat bahwa rumusan Pancasila yang disahkan PPKI
ternyata berbeda dengan rumusan Pancasila yang termaktub dalam Piagam Jakarta.
Hal ini terjadi karena adanya tuntutan dari wakil yang mengatasnamakan
masyarakat Indonesia Bagian Timur yang menemui Bung Hatta yang mempertanyakan 7
kata di belakang kata “Ketuhanan”, yaitu “dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Tuntutan ini ditanggapi secara arif oleh para pendiri
negara sehingga terjadi perubahan yang disepakati, yaitu dihapusnya 7 kata yang
dianggap menjadi hambatan di kemudian hari dan diganti dengan istilah “Yang
Maha Esa”.
Sesudah
dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959 oleh Presiden Soekarno, terjadi beberapa
penyelewengan terhadap UUD 1945. Antara lain, Soekarno diangkat sebagai
presiden seumur hidup melalui TAP No. III/MPRS/1960. Selain itu, kekuasaan
Presiden Soekarno berada di puncak piramida, artinya berada pada posisi
tertinggi yang membawahi ketua MPRS, ketua DPR, dan ketua DPA yang pada waktu
itu diangkat Soekarno sebagai menteri dalam kabinetnya sehingga mengakibatkan
sejumlah intrik politik dan perebutan pengaruh berbagai pihak dengan berbagai cara,
baik dengan mendekati maupun menjauhi presiden. Pertentangan antarpihak begitu
keras, seperti yang terjadi antara tokoh PKI dengan perwira Angkatan Darat (AD)
sehingga terjadilah penculikan dan pembunuhan sejumlah perwira AD yang dikenal
dengan peristiwa Gerakan 30 September (G30S PKI).
Peristiwa
G30S PKI menimbulkan peralihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto. Peralihan
kekuasan itu diawali dengan terbitnya Surat Perintah dari Presiden Soekarno
kepada Letnan Jenderal Soeharto, yang di kemudian hari terkenal dengan nama
Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret). Surat itu intinya berisi perintah
presiden kepada Soeharto agar “mengambil langkahlangkah pengamanan untuk
menyelamatkan keadaan”. Supersemar ini dibuat di Istana Bogor dan dijemput oleh
Basuki Rahmat, Amir Mahmud, dan M. Yusuf. Supersemar ini pun juga menjadi
kontroversial di belakang hari. Supersemar yang diberikan oleh Presiden
Soekarno kepada Letjen Soeharto itu kemudian dikuatkan dengan TAP No.
IX/MPRS/1966 pada 21 Juni 1966. Dengan demikian, status supersemar menjadi
berubah: Mula-mula hanya sebuah surat perintah presiden kemudian menjadi
ketetapan MPRS. Jadi, yang memerintah Soeharto bukan lagi Presiden Soekarno,
melainkan MPRS. Hal ini merupakan fakta sejarah terjadinya peralihan kekuasaan
dari Soekarno ke Soeharto. Bulan berikutnya, tepatnya 5 Juli 1966, MPRS
mengeluarkan TAP No. XVIII/ MPRS/1966 yang isinya mencabut TAP No.
III/MPRS/1960 tentang Pengangkatan Soekarno sebagai Presiden Seumur Hidup.
Konsekuensinya, sejak saat itu Soekarno bukan lagi berstatus sebagai presiden
seumur hidup.
Setelah
menjadi presiden, Soeharto mengeluarkan Inpres No. 12/1968 tentang penulisan
dan pembacaan Pancasila sesuai dengan yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945
(ingatlah, dulu setelah Dekrit 5 Juli 1959 penulisan Pancasila beraneka ragam).
Ketika MPR mengadakan Sidang Umum 1978 Presiden Soeharto mengajukan usul kepada
MPR tentang Pedoman, Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila (P-4). Usul ini
diterima dan dijadikan TAP No. II/MPR/1978 tentang P-4 (Ekaprasetia
Pancakarsa). Dalam TAP itu diperintahkan supaya Pemerintah dan DPR
menyebarluaskan P-4. Presiden Soeharto kemudian mengeluarkan Inpres No. 10/1978
yang berisi Penataran bagi Pegawai Negeri Republik Indonesia. Kemudian,
dikeluarkan juga Keppres No. 10/1979 tentang pembentukan BP-7 dari tingkat
Pusat hingga Dati II. Pancasila juga dijadikan satu-satunya asas bagi orsospol
(tercantum dalam UU No. 3/1985 ttg. Parpol dan Golkar) dan bagi ormas
(tercantum dalam UU No. 8/1985 ttg. Ormas). Banyak pro dan kontra atas lahirnya
kedua undangundang itu. Namun, dengan kekuasaan rezim Soeharto yang makin kokoh
sehingga tidak ada yang berani menentang (BP7 Pusat, 1971).
B. Menanya
Alasan Diperlukannya Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia.
1. Pancasila sebagai Identitas Bangsa Indonesia
Sebagaimana
diketahui bahwa setiap bangsa mana pun di dunia ini pasti memiliki identitas
yang sesuai dengan latar belakang budaya masing-masing. Budaya merupakan proses
cipta, rasa, dan karsa yang perlu dikelola dan dikembangkan secara
terus-menerus. Budaya dapat membentuk identitas suatu bangsa melalui proses
inkulturasi dan akulturasi. Pancasila sebagai identitas bangsa Indonesia
merupakan konsekuensi dari proses inkulturasi dan akulturasi tersebut.
Kebudayaan
bangsa Indonesia merupakan hasil inkulturasi, yaitu proses perpaduan berbagai
elemen budaya dalam kehidupan masyarakat sehingga menjadikan masyarakat
berkembang secara dinamis. (J.W.M. Bakker, 1984: 22) menyebutkan adanya
beberapa saluran inkulturasi, yang meliputi: jaringan pendidikan, kontrol, dan
bimbingan keluarga, struktur kepribadian dasar, dan self expression. Kebudayaan
bangsa Indonesia juga merupakan hasil akulturasi sebagaimana yang ditengarai
Eka Dharmaputera dalam bukunya Pancasila: Identitas dan Modernitas. Haviland
menegaskan bahwa akulturasi adalah perubahan besar yang terjadi sebagai akibat
dari kontak antarkebudayaan yang berlangsung lama. Hal-hal yang terjadi dalam
akulturasi meliputi: 1) Substitusi; penggantian unsur atau kompleks yang ada
oleh yang lain yang mengambil alih fungsinya dengan perubahan struktural yang
minimal; 2) Sinkretisme; percampuran unsur-unsur lama untuk membentuk sistem
baru; 3) Adisi; tambahan unsur atau kompleks-kompleks baru; 4) Orijinasi;
tumbuhnya unsur-unsur baru untuk memenuhi kebutuhan situasi yang berubah; 5)
Rejeksi; perubahan yang berlangsung cepat dapat membuat sejumlah besar orang
tidak dapat menerimanya sehingga menyebabkan penolakan total atau timbulnya
pemberontakan atau gerakan kebangkitan.
2. Pancasila
sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia
Pancasila
disebut juga sebagai kepribadian bangsa Indonesia, artinya nilai-nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan diwujudkan dalam
sikap mental dan tingkah laku serta amal perbuatan. Sikap mental, tingkah laku
dan perbuatan bangsa Indonesia mempunyai ciri khas, artinya dapat dibedakan
dengan bangsa lain. Kepribadian itu mengacu pada sesuatu yang unik dan khas
karena tidak ada pribadi yang benar-benar sama. Setiap pribadi mencerminkan
keadaan atau halnya sendiri, demikian pula halnya dengan ideologi bangsa
(Bakry, 1994: 157). Meskipun nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan juga terdapat dalam ideologi bangsa-bangsa lain,
tetapi bagi bangsa Indonesia kelima sila tersebut mencerminkan kepribadian
bangsa karena diangkat dari nilai-nilai kehidupan masyarakat Indonesia sendiri
dan dilaksanakan secara simultan. Di samping itu, proses akulturasi dan inkulturasi
ikut memengaruhi kepribadian bangsa Indonesia dengan berbagai variasi yang
sangat beragam. Kendatipun demikian, kepribadian bangsa Indonesia sendiri sudah
terbentuk sejak lama sehingga sejarah mencatat kejayaan di zaman Majapahit,
Sriwijaya, Mataram, dan lain-lain yang memperlihatkan keunggulan peradaban di
masa itu. Nilainilai spiritual, sistem perekonomian, politik, budaya merupakan
contoh keunggulan yang berakar dari kepribadian masyarakat Indonesia sendiri.
3. Pancasila
sebagai Pandangan Hidup bangsa Indonesia
Pancasila
dikatakan sebagai pandangan hidup bangsa, artinya nilai-nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan diyakini kebenarannya,
kebaikannya, keindahannya, dan kegunaannya oleh bangsa Indonesia yang dijadikan
sebagai pedoman kehidupan bermasyarakat dan berbangsa dan menimbulkan tekad
yang kuat untuk mengamalkannya dalam kehidupan nyata (Bakry, 1994: 158).
Pancasila sebagai pandangan hidup 64 berarti nilai-nilai Pancasila melekat
dalam kehidupan masyarakat dan dijadikan norma dalam bersikap dan bertindak.
Ketika Pancasila berfungsi sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, maka
seluruh nilai Pancasila dimanifestasi ke dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
4. Pancasila
Sebagai Jiwa Bangsa
Sebagaimana
dikatakan von Savigny bahwa setiap bangsa mempunyai jiwanya masing-masing, yang
dinamakan volkgeist (jiwa rakyat atau jiwa bangsa). Pancasila sebagai jiwa
bangsa lahir bersamaan dengan lahirnya bangsa Indonesia. Pancasila telah ada
sejak dahulu kala bersamaan dengan adanya bangsa Indonesia (Bakry, 1994: 157).
5. Pancasila
sebagai Perjanjian Luhur
Perjanjian
luhur, artinya nilai-nilai Pancasila sebagai jiwa bangsa dan kepribadian bangsa
disepakati oleh para pendiri negara (political consensus) sebagai dasar negara
Indonesia (Bakry, 1994: 161). Kesepakatan para pendiri negara tentang Pancasila
sebagai dasar negara merupakan bukti bahwa pilihan yang diambil pada waktu itu
merupakan sesuatu yang tepat.
C.
Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila dalam Kajian
Sejarah Bangsa Indonesia
1.
Sumber Historis Pancasila
Nilai-nilai
Pancasila sudah ada dalam adat istiadat, kebudayaan, dan agama yang berkembang
dalam kehidupan bangsa Indonesia sejak zaman kerajaan dahulu. Misalnya, sila
Ketuhanan sudah ada pada zaman dahulu, meskipun dalam praktik pemujaan yang
beranekaragam, tetapi pengakuan tentang adanya Tuhan sudah diakui. Dalam
Encyclopedia of Philosophy disebutkan beberapa unsur yang ada dalam agama,
seperti kepercayaan kepada 65 kekuatan supranatural, perbedaan antara yang
sakral dan yang profan, tindakan ritual pada objek sakral, sembahyang atau doa
sebagai bentuk komunikasi kepada Tuhan, takjub sebagai perasaan khas keagamaan,
tuntunan moral diyakini dari Tuhan, konsep hidup di dunia dihubungkan dengan
Tuhan, kelompok sosial seagama dan seiman.
2. Sumber
Sosiologis Pancasila
Nilai-nilai
Pancasila (ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, keadilan) secara
sosiologis telah ada dalam masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang.
Salah satu nilai yang dapat ditemukan dalam masyarakat Indonesia sejak zaman
dahulu hingga sekarang adalah nilai gotong royong. Misalnya dapat dilihat,
bahwa kebiasaan bergotongroyong, baik berupa saling membantu antar tetangga
maupun bekerjasama untuk keperluan umum di desa-desa. Kegiatan gotong royong
itu dilakukan dengan semangat kekeluargaan sebagai cerminan dari sila Keadilan
Sosial.
3. Sumber
Politis Pancasila
Sebagaimana
diketahui bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila bersumber dan
digali dari local wisdom, budaya, dan pengalaman bangsa Indonesia, termasuk
pengalaman dalam berhubungan dengan bangsa-bangsa lain. Nilai-nilai Pancasila,
misalnya nilai kerakyatan dapat ditemukan dalam suasana kehidupan pedesaan yang
pola kehidupan bersama yang bersatu dan demokratis yang dijiwai oleh semangat
kekeluargaan sebagaimana tercermin dalam sila keempat Kerakyatan Yang Dipimpin
oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Semangat seperti
ini diperlukan dalam mengambil keputusan yang mencerminkan musyawarah.
D.
Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pancasila dalam Kajian Sejarah
Bangsa Indonesia
1. Argumen tentang Dinamika Pancasila dalam
Sejarah Bangsa
Dinamika
Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia memperlihatkan adanya pasang surut
dalam pemahaman dan pelaksanaan nilai-nilai Pancasila. Misalnya pada masa
pemerintahan presiden Soekarno, terutama pada 1960- an NASAKOM lebih populer
daripada Pancasila. Pada zaman pemerintahan presiden Soeharto, Pancasila
dijadikan pembenar kekuasaan melalui penataran P-4 sehingga pasca turunnya
Soeharto ada kalangan yang mengidentikkan Pancasila dengan P-4. Pada masa
pemerintahan era 67 reformasi, ada kecenderungan para penguasa tidak respek
terhadap Pancasila, seolah-olah Pancasila ditinggalkan.
2. Argumen tentang Tantangan terhadap Pancasila
dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Salah
satu tantangan terhadap Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
adalah meletakkan nilai-nilai Pancasila tidak dalam posisi sebenarnya sehingga
nilai-nilai Pancasila menyimpang dari kenyataan hidup berbangsa dan bernegara.
Salah satu contohnya, pengangkatan presiden seumur hidup oleh MPRS dalam TAP
No.III/MPRS/1960 Tentang Pengangkatan Soekarno sebagai Presiden Seumur Hidup.
Hal tersebut bertentangan dengan pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945 yang
menyatakan bahwa, ”Presiden dan wakil presiden memangku jabatan selama lima (5)
tahun, sesudahnya dapat dipilih kembali”. Pasal ini menunjukkan bahwa
pengangkatan presiden seharusnya dilakukan secara periodik dan ada batas waktu
lima tahun.
E. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi
Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia untuk Masa Depan
1. Essensi
Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa
Pancasila
pada hakikatnya merupakan Philosofische Grondslag dan Weltanschauung. Pancasila
dikatakan sebagai dasar filsafat negara (Philosofische Grondslag) karena
mengandung unsur-unsur sebagai berikut: alasan filosofis berdirinya suatu
negara; setiap produk hukum di Indonesia harus berdasarkan nilai Pancasila.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa (Weltanschauung) mengandung
unsur-unsur sebagai berikut: nilai-nilai agama, budaya, dan adat istiadat.
2. Urgensi Pancasila dalam Kajian Sejarah
Bangsa
Hasil
Survei yang dilakukan KOMPAS yang dirilis pada 1 Juni 2008 menunjukkan bahwa
pengetahuan masyarakat tentang Pancasila merosot secara tajam, yaitu 48,4%
responden berusia 17 sampai 29 tahun tidak mampu menyebutkan silai-sila
Pancasila secara benar dan lengkap. 42,7% salah menyebut sila-sila Pancasila,
lebih parah lagi, 60% responden berusia 46 tahun ke atas salah menyebutkan
sila-sila Pancasila. Fenomena tersebut sangat memprihatinkan karena menunjukkan
bahwa pengetahuan tentang Pancasila yang ada dalam masyarakat tidak sebanding
dengan semangat penerimaan masyarakat terhadap Pancasila (Ali, 2009: 2).
F. Rangkuman tentang Pengertian dan
Pentingnya Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia
Pengertian
Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
1.
Pancasila
merupakan produk otentik pendiri negara Indonesia (The Founding fathers).
2.
Nilai-nilai
Pancasila bersumber dan digali dari nilai agama, kebudayaan, dan adat istiadat.
3.
Pancasila
merupakan pandangan hidup bangsa dan dasar filsafat kenegaraan.
Pentingnya
Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia menunjukkan hal-hal berikut:
1.
Betapapun
lemahnya pemerintahan suatu rezim, tetapi Pancasila tetap bertahan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
2.
Betapapun
ada upaya untuk mengganti Pancasila sebagai ideologi bangsa, tetapi terbukti
Pancasila merupakan pilihan yang terbaik bagi bangsa Indonesia.
3.
Pancasila
merupakan pilihan terbaik bagi bangsa Indonesia karena bersumber dan digali
dari nilai-nilai agama, kebudayaan, dan adat istiadat yang hidup dan berkembang
di bumi Indonesia.
4.
Kemukakan
argumen Anda tentang Pancasila sebagai pilihan terbaik bangsa Indonesia.
Tugas
Belajar Lanjut: Proyek Belajar tentang Pentingnya Kajian Pancasila Melalui
Pendekatan Sejarah. Untuk memahami dinamika proses perumusan dan pengesahan
Pancasila sebagai dasar negara, Anda dapat mencari informasi dari berbagai
sumber tentang:
1.
Latar belakang sikap beberapa
pihak dalam masyarakat yang menolak Pancasila sebagai dasar negara.
2.
Alasan banyak pihak yang tetap
ingin mempertahan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.
3.
Kemukakan pendapat dan penilaian
Anda tentang perbedaan pandangan tersebut.
4.
Bagaimana sikap Anda dalam
menghadapi perbedaan tersebut?
Tugas
selanjutnya yaitu, Anda dapat melakukan survei terbatas untuk menjajagi
pengetahuan mahasiswa tentang sejarah terbentuknya teks proklamasi kemerdekaan
17 Agustus 1945.
Jawaban
Tugas Belajar Lanjut :
1. Latar
belakang sikap beberapa pihak dalam masyarakat yang menolak Pancasila sebagai
dasar negara disebabkan sistem hukum yang termuat dalam Badan Pancasila bisa
dibilang tidak sempurna, hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya badan
kepemerintahan yang berlaku tidak adil kepada masyarakat. Terlihat bahwa orang
yang kaya semakin kaya dan orang yang miskin semakin miskin akibat sistem
kapitalis yang diterapkan oleh Indonesia. Latar belakang lainnya sebab
Pancasila sendiri merupakan Dasar Negara bangsa Indonesia yang diambil dari
dalam Al – Quran, sehingga beberapa pihak dalam masyarakat beranggapan mengubah
bangsa Indonesia menjadi negara Khilafah akan membawa kebaikan yang lebih
karena menerapkan aturan yang termuat dalam Al – Quran secara keseluruhan,
tidak hanya setengah – setengah seperti yang termuat dalam Pancasila. Apabila
dianalisis pun, nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuaan, nilai
kerakyatan, serta nilai keadilan secara keseluruhan telah termuat di dalam Al –
Quran, maka dari itu inilah alasan utama mengapa beberapa pihak dalam
masyarakat menolak Pancasila sebagai dasar negara dan ingin mengubahnya /
memperbaikinnya menjadi lebih sempurna.
2. Alasan
banyak pihak yang tetap ingin mempertahankan, Karena pancasila telah dijadikan
dasar,dan pandangan hidup bangsa indonesia, dan tidak ada yang menggantikan
pancasila sebagai dasar negara, ditambah dengan pancasila memiliki nilai dasar,
instrumental, dan nilai praktis yang semua itu dijadiakan sebagai pandangan
hidup bangsa indonesia.
3. Ya
ini karena berbeda orang juga berbeda pemikiran,ide, gagasan, pengalaman,
kondisi masyarakta, tujuan negara yang inggin di capai dan sebagainya. Pancasila
sebagai dasar negara sudah ditetapkan oleh Founding Fathers tidak dapat diganti
dengan ideologi lain, melalui Pertahanan Rakyat Semesta (seluruh komponen
Negara Kesatuan Republik Indonesia) Pancasila harus ditegakka meskipun banyak ancaman
yang datang dari dalam maupun luar negeri untuk berusaha mengganti Pancasila.
4. Sikap
saya terbuka terhadap perbedaan pandangan pada pancasila, kita negara besar dengan
jumlah penduduk yang besar dan tentu pula setiap kepala memiliki pemikiran yang
tak sama, oleh karena itu, berbeda pandangan itu merupakan sebuah hak bagi
setiap orang untuk mengeluarkan pendapat. maka kita wajib metolerir hal tersebut.
Dalam menghadapi perpedaan pandangan adlah kita harus menghargainya karena
tidak setiap orang mungkin pendapatnya berbeda beda.
Jawaban
Tugas survei terbatas untuk menjajagi pengetahuan mahasiswa tentang sejarah
terbentuknya teks proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 :
Dari
beberapa mahasiswa hanya sedikit mahasiswa yang mengetahui, bagi mereka Proklamasi
kemerdekaan RI merupakan peristiwa yang dinanti-nantikan, yang akhirnya mampu
mengubah nasib bangsa dan mampu memberikan bangsa tujuan sebenarnya, seperti yang
tertuang dalam UUD. Indonesia mampu menjadi negara yang lebih baik dengan
keadaan masyarakat yang tidak terikat oleh penjajahan fisik.